Pernahkah kamu mendengar teman atau kerabat mengeluh tentang siklus haid yang tidak teratur? Jerawat membandel yang terus muncul setelah masa remaja bisa jadi bukan masalah kulit biasa—banyak wanita dewasa mengalaminya sebagai bagian dari gejala PCOS tanpa mereka sadari. Bisa jadi ini berhubungan dengan kondisi yang disebut PCOS atau Polycystic Ovary Syndrome.
PCOS sebenarnya lebih umum dari yang kita bayangkan. Banyak wanita yang mengalaminya tapi tidak menyadari gejalanya. Padahal, memahami kondisi ini penting banget untuk kesehatan reproduksi dan kualitas hidup kita secara keseluruhan.
Mengenal PCOS

Apa itu PCOS?
PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) bukan sekadar gangguan haid—ini adalah masalah hormonal kompleks yang memengaruhi 1 dari 10 wanita usia subur. Sayangnya, banyak yang tidak menyadari gejalanya sampai masalah kesuburan muncul. Jika kamu menjalani USG dan ditemukan bintik-bintik kecil di ovarium, kemungkinan besar itu adalah folikel yang gagal berkembang menjadi sel telur matang—tanda umum yang sering terlihat pada PCOS.
Nama “polycystic” sendiri berarti banyak kista, meski sebenarnya yang terlihat di USG bukan kista sungguhan melainkan folikel yang tidak berkembang dengan baik. Ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.
Jadi, apa itu PCOS? Singkatnya, ini adalah gangguan hormonal yang bikin tubuh wanita memproduksi hormon pria (androgen) berlebihan, mengacaukan siklus haid dan kesuburan.
Seberapa Sering PCOS Terjadi?
Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa PCOS mempengaruhi sekitar 5-10% wanita usia reproduktif di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, prevalensinya diperkirakan tidak jauh berbeda.
“Kamu nggak sendirian,” begitu kira-kira yang sering diungkapkan para pejuang PCOS. Faktanya, 1 hingga 2 dari setiap 10 wanita bisa saja mengidap PCOS tanpa tahu bahwa mereka memilikinya.
Yang menarik, banyak wanita dengan PCOS tidak terdiagnosis dengan tepat. Gejalanya sering dianggap “normal” atau diabaikan karena dianggap masalah kecantikan biasa. “Jangan dianggap sepele,” begitu peringatan banyak ahli. Jika PCOS dibiarkan tanpa penanganan, risikonya bisa menjalar ke masalah serius jangka panjang—termasuk gangguan metabolik dan kesuburan.
Kriteria Diagnosis Rotterdam
Dalam menentukan diagnosis PCOS, dokter umumnya merujuk pada kriteria Rotterdam yang telah digunakan sejak 2003. PCOS biasanya didiagnosis jika minimal dua dari tiga kondisi berikut ini ditemukan:
- Oligoovulasi atau anovulasi – Siklus haid tidak teratur atau tidak haid sama sekali
- Tanda klinis atau biokimia hiperandrogenisme – Kadar hormon pria (androgen) tinggi, bisa dilihat dari jerawat, hirsutisme, atau tes darah
- Ovarium polikistik – Terlihat di USG sebagai ovarium yang membesar dengan banyak folikel kecil
Diagnosis ini harus dipastikan setelah menyingkirkan kondisi lain yang gejalanya mirip, seperti gangguan tiroid atau tumor ovarium.
Gejala PCOS

Gangguan Menstruasi
Gejala ini merupakan salah satu yang paling sering dirasakan oleh wanita dengan PCOS. Siklus haid bisa menjadi tidak teratur, terlalu panjang (lebih dari 35 hari), atau bahkan tidak haid sama sekali selama berbulan-bulan.
Beberapa wanita mengalami haid yang sangat jarang, mungkin hanya 4-6 kali dalam setahun. Ada juga yang mengalami perdarahan yang sangat berat dan berkepanjangan ketika haid. Gangguan ini terjadi karena proses ovulasi yang tidak normal akibat ketidakseimbangan hormon.
Hirsutisme dan Pertumbuhan Rambut Berlebihan
Hirsutisme adalah kondisi di mana rambut tumbuh berlebihan di area yang biasanya tidak ditumbuhi rambut tebal pada wanita. Misalnya di dagu, kumis, dada, punggung, atau perut bagian bawah.
Rambut yang tumbuh biasanya kasar dan gelap, mirip dengan pola pertumbuhan rambut pada pria. Kondisi ini terjadi karena kadar androgen (hormon pria) yang tinggi dalam tubuh wanita dengan PCOS.
Jerawat dan Kulit Berminyak
Jerawat pada PCOS biasanya lebih parah dan sulit diobati dibanding jerawat biasa. Jerawat ini sering muncul di area wajah bagian bawah, dagu, dan leher. Produksi sebum yang meningkat membuat kulit jadi lebih berminyak dari biasanya.
Yang frustasi, jerawat ini sering tidak merespons dengan baik terhadap perawatan jerawat biasa. Jerawat ini sering kali tidak hilang setelah remaja, dan bisa menetap hingga usia 30 atau bahkan 40 tahun.
Masalah Berat Badan
Sekitar 80% wanita dengan PCOS mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Yang lebih menantang lagi, menurunkan berat badan menjadi sangat sulit karena tubuh menjadi resisten terhadap insulin.
Kenaikan berat badan umumnya terjadi di sekitar perut, yang dikenal dengan istilah android obesity. Bentuk tubuh pun cenderung menyerupai apel, bukan seperti pir yang biasanya lebih ramping di atas. Karena tubuh tidak merespons insulin dengan baik, lemak jadi sulit dibakar dan kalori lebih mudah disimpan sebagai lemak.
Masalah Kesuburan
PCOS adalah penyebab utama infertilitas pada wanita. Gangguan ovulasi membuat pelepasan sel telur tidak teratur atau tidak terjadi sama sekali. Akibatnya, peluang hamil menjadi lebih kecil.
Meski begitu, bukan berarti wanita dengan PCOS tidak bisa hamil sama sekali. Dengan penanganan yang tepat, banyak wanita dengan PCOS yang berhasil hamil dan memiliki anak.
Penyebab dan Faktor Risiko

Resistensi Insulin
Dalam istilah medis, kondisi ini disebut “resistensi insulin”, yaitu ketika—seperti yang sering dijelaskan dokter—sel tubuh seolah ‘menutup telinga’ terhadap perintah insulin untuk mengelola gula darah. Akibatnya, pankreas harus memproduksi lebih banyak insulin untuk menjaga kadar gula darah tetap normal.
Insulin yang berlebihan ini memicu ovarium untuk memproduksi lebih banyak androgen. Inilah yang menyebabkan berbagai gejala PCOS seperti jerawat, hirsutisme, dan gangguan ovulasi. Sekitar 70% wanita dengan PCOS mengalami resistensi insulin.
Ketidakseimbangan Hormon
Pada PCOS, terjadi ketidakseimbangan beberapa hormon penting:
Hormon Luteinizing (LH) yang terlalu tinggi menyebabkan ovarium memproduksi terlalu banyak androgen. Kadar Hormon Follicle Stimulating (FSH) yang rendah menyebabkan folikel gagal berkembang secara maksimal.
Androgen yang berlebihan mengganggu perkembangan folikel dan ovulasi. Sementara Anti-Müllerian Hormone (AMH) yang tinggi menghambat pematangan folikel.
Faktor Genetik
PCOS memiliki komponen genetik yang kuat. Jika ibu atau kakak perempuan mengalami PCOS, risiko kamu mengalaminya juga lebih tinggi. Beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin dan produksi hormon diduga berperan dalam perkembangan PCOS.
Beberapa studi menunjukkan bahwa wanita dengan anggota keluarga yang mengalami PCOS berisiko 2-3 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami hal serupa. Namun, genetik bukan satu-satunya faktor penentu.
Gaya Hidup dan Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga berperan penting dalam perkembangan PCOS. Pola makan tinggi gula dan karbohidrat olahan dapat memperburuk resistensi insulin.
Kurang aktivitas fisik membuat tubuh lebih sulit menggunakan insulin dengan efektif. Saat kamu mengalami stres berkepanjangan, tubuhmu mulai kacau dalam menjaga keseimbangan hormon—dan inilah yang sering memperparah gejala PCOS tanpa kamu sadari.
Paparan zat kimia tertentu (endocrine disruptors) yang berasal dari plastik, pestisida, atau produk kosmetik diyakini bisa mengacaukan sistem hormon dan memperbesar risiko PCOS.
Penanganan PCOS

Modifikasi Gaya Hidup
Ngobrolin penanganan PCOS? Kunci utamanya ada di gaya hidup! Penurunan berat badan 5-10% aja bisa bikin gejala jauh membaik.
Diet rendah indeks glikemik sangat dianjurkan. Ahli gizi sering menyarankan untuk “berteman dengan karbohidrat baik” seperti oatmeal, beras merah, dan aneka sayuran tinggi serat, terutama bagi penderita PCOS. Hindari makanan tinggi gula dan karbohidrat olahan yang bisa memperburuk resistensi insulin.
Dengan rutin bergerak setiap hari, tubuh kamu jadi lebih responsif terhadap insulin dan hormon androgen pun lebih terkendali—itulah alasan kenapa olahraga jadi bagian penting dari penanganan PCOS. Kombinasi kardio dan latihan kekuatan memberikan hasil terbaik. Tidak perlu olahraga berat, jalan cepat 30 menit setiap hari sudah cukup membantu.
Obat-obatan
Metformin adalah obat diabetes yang sering digunakan untuk PCOS. Obat ini membantu mengurangi resistensi insulin dan dapat memperbaiki siklus haid pada beberapa wanita.
“Pil KB kombinasi sering jadi pilihan utama,” ujar banyak dokter saat menangani PCOS. Obat ini biasanya diresepkan untuk kamu yang mengalami haid tak teratur atau jerawat membandel, karena mampu membantu menyeimbangkan hormon androgen. Ini efektif untuk mengatasi jerawat dan hirsutisme. Dokter akan memilih jenis pil KB yang tepat sesuai kondisi masing-masing.
“Obat ini cukup efektif untuk meredam efek hormon pria,” ujar banyak dokter tentang spironolakton, yang kerap digunakan untuk menangani masalah jerawat dan pertumbuhan rambut berlebih akibat PCOS. Namun obat ini tidak boleh digunakan oleh wanita yang sedang merencanakan kehamilan.
Terapi Kesuburan
Untuk wanita yang ingin hamil, tersedia berbagai pilihan terapi kesuburan. Buat yang sedang program hamil, dokter biasanya meresepkan Clomiphene citrate—obat yang membantu merangsang ovulasi. Tapi perlu diingat, efeknya bisa berbeda tiap orang, jadi konsultasi berkala itu wajib!
Letrozole menunjukkan efektivitas yang lebih baik daripada clomiphene untuk wanita dengan PCOS. Obat ini bekerja dengan cara yang berbeda untuk merangsang ovulasi.
“Kita masih punya opsi lain,” kata dokter bila obat minum tak cukup membantu. Saat itulah injeksi gonadotropin atau prosedur laparoskopi ovarian drilling dipertimbangkan sebagai langkah lanjutan. Teknologi reproduksi berbantu seperti IVF juga menjadi pilihan untuk kasus yang lebih kompleks.
Perawatan Gejala Spesifik
Untuk mengatasi hirsutisme, selain obat-obatan, bisa dilakukan laser hair removal atau elektrolisis. Perawatan ini membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, tapi hasilnya lebih permanen.
Jerawat PCOS sering membutuhkan perawatan khusus dari dokter kulit. Kombinasi obat topikal dan oral biasanya lebih efektif daripada perawatan jerawat biasa.
Masalah kulit kepala seperti kebotakan pola pria juga bisa terjadi pada wanita dengan PCOS. Minoxidil dapat membantu memperlambat kerontokan rambut.
Dukungan Psikologis
PCOS tidak hanya berdampak fisik, tapi juga psikologis. Banyak wanita dengan PCOS mengalami depresi, kecemasan, dan masalah body image karena perubahan fisik yang dialami.
Konseling atau terapi psikologis dapat membantu mengatasi dampak emosional PCOS. Support group dengan wanita lain yang mengalami kondisi serupa juga bisa memberikan dukungan moral yang berharga.
Kesimpulan
PCOS memang kondisi yang menantang, tapi dengan penanganan yang tepat, kamu bisa menjalani hidup yang normal dan sehat. Kunci utamanya adalah deteksi dini dan penanganan yang konsisten.
Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter kalau kamu mengalami gejala-gejala yang sudah dibahas. Semakin cepat didiagnosis dan ditangani, semakin baik prognosisnya. Ingat, kamu tidak sendirian dalam menghadapi PCOS – ada banyak dukungan dan pilihan pengobatan yang tersedia.
Referensi:
- Rezki, C. (2024). Coping Stress pada Wanita dengan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) [PDF]. Jurnal Psikobuletin, UIN Suska.
- Tay, C. T., et al. (2020). Updated adolescent diagnostic criteria for polycystic ovary syndrome. BMC Medicine, 18, Article 61.
- Williams, T. (2023). Polycystic Ovary Syndrome: Common Questions and Answers. American Family Physician, 107(3).