Masih ingat kasus artis A yang kolaps karena serangan jantung tahun lalu? Itu cuma satu contoh dari banyaknya kasus yang bikin ngeri. Penyakit jantung emang kayak silent killer, datangnya sering tanpa tanda jelas.
Dari pengalaman saya menemani ibu ke RS Fatmawati beberapa waktu lalu, dokter jantung di sana selalu menekankan betapa pentingnya mengatur pola makan. “Obat saja tidak cukup kalau makanannya masih sembarangan,” kata beliau waktu itu.
Memang benar, apa yang kita konsumsi sehari-hari punya peran besar dalam menjaga kesehatan jantung. Kalau sudah terlanjur punya masalah jantung, pilihan makanan jadi lebih terbatas. Bukan berarti hidup jadi hambar, tapi memang perlu lebih selektif.
Nah, makanan apa saja sih yang sebaiknya dihindari?
Lemak Trans dan Lemak Jenuh
Dua jenis lemak ini memang “musuh bebuyutan” jantung kita. Lemak trans yang banyak ditemukan di margarin, biskuit kemasan, dan gorengan bisa meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) sambil menurunkan kolesterol baik (HDL). Kombinasi yang berbahaya banget untuk pembuluh darah.
Lemak jenuh juga tidak kalah jahat. Biasanya bersembunyi di daging berlemak, produk susu full cream, dan minyak kelapa. Memang enak rasanya, tapi efeknya bisa bikin pembuluh darah tersumbat perlahan-lahan.
Yang perlu diingat, lemak trans seringkali “menyamar” dalam label makanan sebagai “minyak terhidrogenasi parsial”. Jadi kalau belanja, coba cek ingredientsnya dulu sebelum masuk keranjang.

Garam Berlebih dan Makanan Olahan
Garam memang bikin masakan jadi gurih, tapi buat penderita jantung, kebanyakan garam sama dengan main api. Konsumsi natrium berlebih bisa meningkatkan tekanan darah, yang ujung-ujungnya membebani kerja jantung.
Makanan olahan seperti sosis, nugget, kornet, dan mie instan mengandung sodium yang tinggi banget. Belum lagi pengawet dan zat aditif lainnya yang tidak ramah jantung. Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, konsumsi garam masyarakat Indonesia rata-rata 15 gram per hari, padahal WHO merekomendasikan maksimal 5 gram per hari.
Keripik, kerupuk, dan cemilan asin lainnya juga masuk daftar hitam. Sekali buka bungkus, susah berhenti kan? Nah, itu dia yang berbahaya.
Gula Tambahan dan Minuman Manis

Siapa yang tidak suka es teh manis atau kopi susu kekinian? Sayangnya, minuman manis ini mengandung gula tambahan yang bisa memicu obesitas dan diabetes. Kedua kondisi ini adalah faktor risiko utama penyakit jantung.
Soft drink, jus kemasan, dan minuman energi kandungan gulanya mencapai 8-10 sendok teh per botol. Bayangkan berapa banyak gula yang masuk ke tubuh kita tanpa disadari.
Dessert seperti cake, donat, dan permen juga perlu dibatasi ketat. Gula berlebih tidak hanya merusak gigi, tapi juga bisa memicu peradangan dalam tubuh yang berujung pada kerusakan pembuluh darah.
Makanan Cepat Saji dan Pengawet
Burger, pizza, kentang goreng, dan ayam crispy memang praktis dan enak. Tapi sayangnya, makanan cepat saji ini adalah “paket lengkap” dari semua yang buruk untuk jantung: lemak trans, natrium tinggi, gula tambahan, dan kalori berlebih.
Makanan kaleng dan beku juga mengandung pengawet yang bisa mempengaruhi kesehatan kardiovaskular. Sodium benzoat dan MSG yang sering digunakan sebagai pengawet bisa memicu hipertensi pada orang yang sensitif.
Yang menarik, saya pernah baca penelitian American Heart Association yang cukup mengejutkan: orang yang hobi makan fast food lebih dari 2 kali seminggu risikonya bisa melonjak 50% lebih tinggi kena penyakit jantung. Mirip juga dengan temuan tim dokter di RS Jantung Harapan Kita waktu seminar tahun lalu.
Tips Memilih Makanan Sehat untuk Jantung

1. Fokus pada Makanan Segar
Kalau saya sih sekarang lebih sering belanja sayuran hijau di pasar tradisional. Bayam, brokoli, atau kangkung itu enggak cuma sehat tapi harganya juga bersahabat. Daging ayam tanpa lemak atau ikan juga bisa jadi pilihan lauk yang lebih aman.
Belum lagi ke pasarnya jalan kaki. Malah lebih sehat lagi dan badan jadi lebih segar. Pulang dari pasar tinggal minum air dingin 2 gelas, nikmat!
2. Baca Label dengan Teliti
Jangan tertipu dengan klaim “rendah lemak” atau “tanpa gula tambahan”. Cek komposisi lengkapnya, terutama kandungan natrium dan lemak trans.
Biasanya ibu-ibu sering mengabaikan ini. Ya jelas sering diabaikan, lah wong tulisannya kecil-kecil, mana bisa kebaca.
3. Memasak Sendiri
Ini adalah cara paling efektif mengontrol apa yang masuk ke tubuh. Gunakan rempah-rempah alami seperti kunyit, jahe, dan bawang putih untuk menambah cita rasa tanpa perlu garam berlebih.
Boleh juga pakai tomat sebagai penyedap masakan, jadi gak usah pakai micin lagi.
4. Porsi Kecil, Sering
Daripada makan besar 3 kali sehari, coba bagi menjadi 5-6 kali dengan porsi lebih kecil. Ini membantu jantung bekerja lebih ringan.
Tapi jangan terlalu sering juga, karena kalo kebanyakan ya sama saja. Lambung terus ngegiling, jantung terus memompa.
Saran Medis
Waktu ketemu Dr. Bambang Widyantoro dari RS Harapan Kita dulu, beliau bilang sesuatu yang selalu saya ingat: ‘Jangan dikira diet jantung itu berarti enggak boleh makan enak sama sekali. Kuncinya itu tahu porsinya aja. Makan steak seminggu sekali? Boleh saja, asal jangan setiap hari dan porsinya dikontrol.’
Jika sudah didiagnosis penyakit jantung, sebaiknya konsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk membuat rencana makan yang tepat. Setiap orang punya kondisi berbeda, jadi tidak ada “diet jantung” yang universal.
Pemeriksaan rutin seperti cek kolesterol, tekanan darah, dan gula darah juga penting untuk memantau progress. Jangan tunggu sampai ada gejala baru periksa ke dokter.
Yang tidak boleh dilupakan, perubahan pola makan harus bertahap. Kalau langsung drastis, biasanya susah dipertahankan dalam jangka panjang. Mulai dengan mengurangi satu jenis makanan yang tidak sehat, lalu perlahan tambahkan makanan sehat lainnya.
Terapkan pola makan jantung sehat mulai hari ini. Jantung Anda hanya satu, jaga dengan baik mulai dari piring makan Anda.
Referensi:
- American Heart Association. 2021. Dietary Guidelines for Heart Disease Prevention. Circulation.
- FK Universitas Abulyatama, 2025. Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Pola Konsumsi Garam Dengan Angka Kejadian Hipertensi