Pernah tiba-tiba merasa dada nyeri dan langsung kepikiran yang macam-macam? Atau mungkin ada keluarga yang sering mengeluh “masuk angin duduk” tapi sakitnya kok kayak beda dari biasanya? Nah, mungkin itu bukan sekadar masuk angin biasa. Bisa jadi itu adalah angina pectoris, kondisi yang memang sering disalahartikan dengan gangguan pencernaan atau masuk angin.
Di Indonesia, banyak orang yang masih belum paham betul tentang angina pectoris. Faktanya, kondisi ini tergolong serius dan harus segera ditangani oleh tenaga medis. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang apa itu angina pectoris dan kenapa kita perlu lebih waspada.
Apa Itu Angina Pectoris?

Angina pectoris adalah istilah medis untuk nyeri dadakarena jantung kekurangan oksigen. Ibaratnya, jantung kita seperti motor yang mogok kalau bensinnya habis. Bayangkan jantung seperti mesin yang butuh bahan bakar. Saat suplai oksigen terbatas, jantung jadi kewalahan dan memberikan sinyal berupa nyeri atau tekanan di dada.
Angina pectoris bukanlah penyakit tersendiri, melainkan tanda adanya gangguan pada jantung koroner. Banyak orang yang keliru mengira ini adalah serangan jantung. Padahal, angina dan serangan jantung itu berbeda ya.
Kalau angina, nyeri dada biasanya muncul saat aktivitas fisik atau stres emosional, dan akan berkurang setelah istirahat. Sedangkan serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke jantung benar-benar terhenti, dan rasa sakitnya lebih intens serta tidak hilang dengan istirahat.
Jenis-jenis Angina
Angina pektoris stabil adalah jenis yang paling umum. Nyeri dada muncul dalam pola yang bisa diprediksi – misalnya setiap kali naik tangga atau jalan cepat. Nyeri tersebut umumnya hanya berlangsung sebentar dan akan mereda dengan istirahat.
Angina tidak stabil lebih berbahaya. Nyeri bisa muncul tiba-tiba meski sedang istirahat, dan intensitasnya lebih kuat. Kondisi ini tergolong gawat dan harus segera ditangani di unit medis.
Jenis lain adalah angina varian (Prinzmetal), yang jarang tapi bisa muncul akibat spasme pada pembuluh koroner. Biasanya muncul saat istirahat, terutama dini hari.
Angina pektoris stabil biasanya muncul saat aktivitas spesifik, seperti naik tangga 2 lantai atau jalan 10 menit tanpa henti. Gejalanya bisa diprediksi dan hilang dengan istirahat.
Siapa yang Berisiko?
Angina pectoris lebih sering muncul pada pria di atas 45 tahun dan wanita setelah usia menopause, sekitar 55 tahun ke atas. Tapi jangan salah, orang muda juga bisa kena lho, terutama yang punya riwayat keluarga dengan penyakit jantung.
Orang dengan diabetes, tekanan darah tinggi, atau kolesterol tinggi juga masuk dalam kategori berisiko tinggi. Gaya hidup seperti merokok, kurang gerak, dan stres yang menumpuk memperbesar peluang munculnya angina.
Gejala Angina yang Perlu Diwaspadai

Gejala angin duduk atau angina pectoris sebenarnya cukup khas, tapi sayangnya sering diabaikan atau disalahartikan. Banyak orang yang mengira ini cuma masuk angin biasa atau gangguan pencernaan.
Dalam istilah medis, angina pectoris artinya nyeri dada akibat jantung kurang oksigen. Ini berbeda dengan serangan jantung, tapi tetap berbahaya.
Nyeri Dada yang Karakteristik
Nyeri dada pada angina biasanya terasa seperti ada yang menekan atau meremas dada. Banyak yang merasa seperti ada tekanan berat di dada atau sensasi panas yang menyengat. Rasa sakitnya berbeda dengan nyeri otot atau nyeri akibat batuk.
Lokasi nyeri biasanya di bagian tengah atau sisi kiri dada, dan bisa menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, atau punggung. Durasi nyeri sekitar 2-10 menit, dan akan berkurang setelah istirahat atau minum obat nitrogliserin.
Penting untuk dipahami bahwa tidak setiap rasa nyeri di dada berarti kamu mengalami angina pectoris. Kalau nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk, kemungkinan bukan angina. Begitu juga kalau nyeri bertambah parah saat bernapas dalam atau berubah posisi.
Gejala Penyerta Lainnya
Angina pectoris sering datang bersama rasa sesak saat beraktivitas, bukan hanya nyeri dada saja. Kamu mungkin merasa cepat lelah padahal aktivitasnya tidak terlalu berat.
Keringat dingin juga sering muncul, bahkan dalam cuaca yang tidak panas. Beberapa orang juga mengalami mual atau pusing. Gejala-gejala ini biasanya muncul bersamaan dengan nyeri dada.
Ada juga yang merasa seperti akan pingsan atau jantung berdebar-debar tidak karuan. Kalau gejala-gejala tadi muncul bersamaan, sebaiknya segera cari pertolongan medis tanpa menunggu lebih lama.
Lalu, bagaimana membedakan gejala masuk angin duduk dengan angina pectoris sebenarnya? Yang pertama biasanya mereda dengan istirahat, sedangkan angina bisa menjalar ke lengan dan rahang.
Penyebab dan Faktor Risiko

Angin duduk penyebab utamanya adalah penyempitan pembuluh darah koroner. Pembuluh darah ini bertugas menyuplai darah ke otot jantung. Kalau ada penyempitan, aliran darah jadi terhambat dan jantung kekurangan oksigen.
Selain penyempitan pembuluh darah, angin duduk penyebabnya sering dikaitkan mitos ‘kena angin malam’. Padahal, ini murni masalah jantung, bukan karena cuaca!
Penyempitan Pembuluh Darah Koroner
Biasanya, penyempitan ini terjadi karena akumulasi plak pada dinding arteri jantung. Plak terdiri dari kolesterol, lemak, dan zat lain yang lama-kelamaan menumpuk dan membuat pembuluh darah jadi makin sempit.
Proses ini namanya aterosklerosis, dan berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun. Awalnya mungkin tidak ada gejala, tapi semakin lama penyempitan makin parah dan mulai muncul gejala angina.
Ketika kebutuhan oksigen jantung meningkat (misalnya saat olahraga atau stres), pembuluh darah yang menyempit tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya, muncul nyeri dada yang khas.
Faktor Risiko yang Bisa Diubah
Merokok adalah salah satu faktor risiko utama. Zat-zat kimia dalam rokok merusak dinding pembuluh darah dan mempercepat pembentukan plak. Merokok juga mengurangi kadar oksigen dalam darah.
Pola makan yang tinggi lemak jenuh dan kolesterol ikut berkontribusi. Sebaiknya batasi konsumsi makanan seperti gorengan, daging tinggi lemak, dan fast food. Sebaliknya, perbanyak konsumsi buah, sayuran, dan ikan.
Kurang aktivitas fisik juga memperburuk kondisi. Aktivitas fisik rutin sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan pembuluh darah tetap sehat. Tidak perlu yang berat-berat, jalan santai 30 menit sehari sudah cukup membantu.
Stres berlebihan dapat memicu angina. Saat stres, tekanan darah cenderung naik dan jantung harus bekerja lebih berat. Coba praktikkan teknik relaksasi atau meditasi untuk mengelola stres.
Faktor Risiko yang Tidak Bisa Diubah
Usia adalah faktor risiko yang tidak bisa dihindari. Seiring bertambahnya usia, pembuluh darah menjadi kurang elastis dan lebih mudah tersumbat.
Jenis kelamin juga berperan. Pria lebih berisiko terkena angina pada usia yang lebih muda. Hormon estrogen memberikan efek perlindungan pada wanita sebelum menopause, namun setelahnya, risiko terkena angina ikut meningkat.
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung meningkatkan risiko. Bila ada riwayat angina atau serangan jantung di keluarga, kamu sebaiknya lebih waspada sejak dini.
Diabetes dan tekanan darah tinggi juga meningkatkan risiko, meski bisa dikontrol dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup.
Diagnosis dan Pengobatan

Nah, kalau kamu curiga gejala angina, jangan coba-coba self-diagnosis! Dokter biasanya akan memeriksa dari beberapa tahap, mulai yang sederhana sampai lanjutan. Mulai dari wawancara medis, pemeriksaan fisik, hingga tes penunjang seperti EKG dan tes treadmill.
Pemeriksaan Diagnostik
EKG (elektrokardiogram) adalah pemeriksaan pertama yang biasanya dilakukan. Alat ini merekam aktivitas listrik jantung dan bisa mendeteksi kelainan irama jantung atau tanda-tanda iskemia.
Tes treadmill atau stress test dilakukan untuk melihat seberapa baik jantung merespons saat tubuh diberi beban aktivitas. Saat menjalani tes, kamu akan diminta berjalan di atas treadmill sambil jantung dan tekanan darahmu dipantau secara real-time.
Echocardiogram menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk memeriksa bentuk dan fungsi jantung secara real-time. Pemeriksaan ini bisa menunjukkan apakah ada bagian jantung yang tidak bergerak normal.
Untuk kasus yang lebih kompleks, mungkin diperlukan kateterisasi jantung. Prosedur ini melibatkan pemasangan selang kecil ke pembuluh darah jantung untuk melihat langsung kondisi pembuluh koroner.
Pengobatan Medis
Nitrogliserin adalah obat pertama yang biasanya diberikan. Fungsinya adalah melebarkan arteri agar aliran darah ke jantung jadi lebih lancar. Biasanya tersedia dalam bentuk tablet kecil yang dilarutkan di bawah lidah agar cepat bekerja.
Beta-blocker membantu mengurangi beban kerja jantung dengan menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Obat ini efektif mencegah kekambuhan angina pectoris, asalkan dikonsumsi secara teratur sesuai instruksi dokter.
Obat pengencer darah seperti aspirin dosis rendah sering diresepkan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah. Statin juga diberikan untuk menurunkan kadar kolesterol dan menstabilkan plak.
ACE inhibitor atau ARB kadang ditambahkan untuk mengontrol tekanan darah dan melindungi jantung dari kerusakan lebih lanjut.
Prosedur Invasif
Tindakan angioplasti bertujuan membuka sumbatan pada pembuluh darah koroner agar aliran darah ke jantung kembali lancar. Pada prosedur ini, dokter menyisipkan balon mini ke dalam arteri yang menyempit, lalu mengembangkannya untuk memperlebar aliran darah.
Setelah angioplasti, biasanya dipasang stent – semacam jaring logam kecil yang berfungsi menjaga pembuluh darah tetap terbuka. Stent modern dilapisi obat yang membantu mencegah penyumbatan berulang.
Untuk kasus yang sangat parah, mungkin diperlukan operasi bypass jantung. Prosedur ini melibatkan pembuatan jalur alternatif untuk mengalirkan darah ke jantung, melewati pembuluh darah yang tersumbat.
Di Jakarta, beberapa rumah sakit besar seperti RSUP Cipto Mangunkusumo dan RS Jantung Harapan Kita sudah memiliki fasilitas lengkap untuk penanganan angina pectoris.
Pencegahan Serangan Berulang
Perubahan gaya hidup adalah kunci utama mencegah serangan angina berulang. Berhenti merokok adalah langkah paling penting yang bisa kamu lakukan.
Jaga pola makan dengan menekan asupan lemak jenuh dan menambah konsumsi makanan berserat. Ganti gorengan dengan menu tradisional kita yang sehat seperti sayur asem, pepes ikan, atau lalapan. Gaya makan ala orang Sunda atau Jawa itu sebenarnya sudah mirip diet sehat untuk jantung!
Olahraga teratur sangat penting, tapi harus disesuaikan dengan kondisi. Mulailah dengan aktivitas fisik ringan dan jika sudah terbiasa lalu naikkan secara bertahap sesuai kemampuan. Sebelum mulai program olahraga baru, pastikan kamu sudah berdiskusi dengan dokter mengenai kondisi jantungmu.
Kelola stres dengan baik. Teknik relaksasi, yoga, atau meditasi bisa membantu. Tidur yang cukup setiap malam bukan cuma soal istirahat, tapi juga bagian penting dari menjaga fungsi jantung tetap optimal.
Kontrol rutin ke dokter untuk memantau kondisi dan menyesuaikan pengobatan. Meskipun gejalanya sudah hilang, jangan hentikan obat tanpa arahan dokter.
Penutup
Angina pectoris memang bukan kondisi yang bisa disepelekan. Tapi dengan penanganan yang tepat dan perubahan gaya hidup yang sehat, kamu bisa mengendalikan gejalanya dan menjalani hidup yang normal.
Yang terpenting, jangan pernah abaikan nyeri dada yang tidak biasa. Kalau kamu mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan tadi, segera konsultasi ke dokter. Tindakan cepat dan pengobatan yang sesuai bisa mencegah kondisi berkembang menjadi lebih parah.
Ingat, kesehatan jantung adalah investasi jangka panjang. Mulai dari sekarang, yuk jaga gaya hidup sehat dan rutin kontrol kesehatan. Menjaga jantung tetap sehat adalah langkah penting untuk hidup yang lebih baik dan berkualitas.
Jadi, lain kali dengar istilah ‘masuk angin duduk’, jangan langsung dikerok atau dikasih minuman hangat saja. Bisa jadi itu angina pectoris yang butuh penanganan medis!
Referensi:
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023, 11 Oktober). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Tata Laksana Angina Pectoris Stabil [Peraturan Menteri, HK.01.07/MENKES/1419/2023]
- Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2024, 8 Juli). Pedoman Tata Laksana Sindroma Koroner Akut (SKA) [Guideline]. InaHEART.
- European Society of Cardiology. (2024, 30 Agustus). ESC Guidelines for the Management of Chronic Coronary Syndromes [Clinical practice guideline].