“Anak saya susah banget makannya, Dok. Udah dicoba berbagai cara tetap aja GTM (Gerakan Tutup Mulut) melulu.” Keluhan seperti ini mungkin sudah jadi langganan setiap kali konsultasi ke dokter anak. Banyak orang tua mengeluh, anaknya yang biasanya lahap makan tiba-tiba mogok makan atau hanya mau makan makanan tertentu, seperti nugget atau mi instan.
Sebenarnya, anak susah makan bukan hal yang aneh. Menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sekitar 25-45% anak balita di Indonesia mengalami kesulitan makan dalam berbagai bentuk. Tapi tenang dulu, tidak semua kondisi ini butuh penanganan medis kok. Kadang memang ada fase tertentu yang wajar dialami anak.
Fase Normal dalam Perkembangan Anak

Pertumbuhan yang Melambat
Setelah ulang tahun pertama, laju pertumbuhan anak memang mulai melambat dibanding masa bayi. Kalau bayi bisa naik berat 2-3 kg dalam setahun, balita biasanya cuma naik 1-2 kg per tahun. Makanya kebutuhan kalori mereka juga ikut menurun.
Dr. Wiyarni Pambudi, SpA dari RS Pondok Indah Jakarta, menjelaskan bahwa anak usia 1-3 tahun memang punya nafsu makan yang fluktuatif. “Ini normal karena mereka sedang belajar mengeksplorasi dunia sekitar, jadi fokus mereka bukan cuma pada makanan,” ujarnya.
Otonomi dan Kemandirian
Di usia batita, anak mulai mengembangkan rasa ingin tahu dan kemandirian. Mereka ingin mengontrol apa yang masuk ke mulut mereka. Fase “terrible two” ini sering bikin orang tua frustasi karena si kecil jadi lebih keras kepala soal makan.
Masalah Psikologis dan Kebosanan
Trauma Makan
Pernah gak sih anak tersedak atau muntah saat makan? Pengalaman buruk kayak gini bisa bikin anak trauma dan enggan makan. Apalagi kalau orang tua panik berlebihan, anak jadi mengasosiasikan makan dengan hal yang menakutkan.
“Saya pernah nangani anak yang susah makan gara-gara pernah tersedak bakso. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan kepercayaan dirinya,” cerita dr. Ratna Dewi, SpA yang praktek di Bandung.
Menu Monoton
Coba deh dipikir, berapa lama anak makan menu yang sama? Kalau udah seminggu lebih makan ayam goreng terus, wajar kan kalau bosan? Anak juga punya preferensi rasa, bukan robot yang bisa makan apapun.
Tekanan Berlebihan
“Habiskan sayurnya dulu baru boleh main!” atau “Kalau gak makan, nanti sakit lho!” Kalimat-kalimat seperti ini malah bisa bikin anak stres dan menolak makan. Anak bisa menganggap waktu makan sebagai momen yang tidak menyenangkan, bahkan membuat mereka semakin menolak makanan.
Masalah Pencernaan atau Medis

Gangguan Pencernaan
Konstipasi atau sembelit bisa bikin anak kehilangan nafsu makan. Perut yang penuh dan tidak nyaman membuat mereka enggan menambah asupan makanan. Gejala lainnya seperti perut kembung, mual, atau bahkan refluks asam lambung.
Defisiensi Zat Besi
Anemia defisiensi besi cukup umum pada anak-anak Indonesia. Kondisi ini bisa mengurangi nafsu makan secara signifikan. Anak yang kekurangan zat besi biasanya tampak pucat, mudah lelah, dan kurang berenergi.
Penelitian dari Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada balita di Indonesia mencapai 28,1% (Riskesdas, 2018). Angka yang cukup tinggi dan perlu diwaspadai.
Infeksi atau Penyakit
Ketika anak sakit, nafsu makan memang turun drastis. Demam, batuk pilek, atau infeksi telinga bisa membuat mereka kehilangan selera makan. Ini sebenarnya respons tubuh yang normal untuk fokus melawan penyakit.
Cara Mengatasi Anak Susah Makan

Ciptakan Suasana Makan yang Menyenangkan
Matikan TV, simpan gadget, dan fokus pada waktu makan bersama. Biarkan anak melihat orang tua makan dengan lahap, mereka cenderung meniru apa yang dilihat.
Libatkan Anak dalam Persiapan Makanan
Ajak anak ke pasar atau supermarket, biarkan mereka memilih sayuran atau buah yang diinginkan. Di rumah, libatkan mereka mencuci sayuran atau mengaduk adonan. Anak yang terlibat dalam proses memasak biasanya lebih antusias untuk mencoba hasilnya.
Variasi Menu dan Presentasi
Jangan stuck dengan menu yang itu-itu aja. Coba variasi warna, tekstur, dan bentuk makanan. Potong wortel jadi bentuk bintang, atau bikin nasi dengan cetakan karakter favoritnya.
Porsi Kecil Tapi Sering
Daripada memberikan porsi besar sekali makan, coba berikan porsi kecil tapi dengan frekuensi yang lebih sering. Anak akan merasa lebih mudah menghabiskan makanannya.
Hindari Distraksi
Jangan biasakan anak makan sambil nonton YouTube atau main game. Mereka jadi tidak fokus pada makanan dan sinyal kenyang dari otak terganggu.
Kapan Harus ke Dokter Anak
Penurunan Berat Badan
Kalau anak terus mengalami penurunan berat badan selama 2-3 bulan berturut-turut, ini perlu diwaspadai. Apalagi kalau penurunannya cukup signifikan.
Gejala Dehidrasi
Kulit kering, bibir pecah-pecah, jarang buang air kecil, atau air seni berwarna kuning pekat bisa jadi tanda dehidrasi. Kondisi ini butuh penanganan medis segera.
Muntah Berkepanjangan
Kalau anak muntah terus-menerus setelah makan, bisa jadi ada masalah pencernaan yang serius. Jangan tunda untuk konsultasi ke dokter.
Demam Tinggi
Anak yang demam tinggi (di atas 38,5°C) dan menolak makan sama sekali perlu pemeriksaan medis. Bisa jadi ada infeksi yang memerlukan pengobatan khusus.
Saran Medis
Berdasarkan pengalaman klinis, dr. Ahmad Suryawan, SpA(K) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya menyarankan beberapa hal:
“Pertama, jangan panik berlebihan. Anak yang aktif bermain dan tumbuh kembangnya normal biasanya tidak ada masalah nutrisi serius. Kedua, konsisten dengan rutinitas makan tanpa paksaan. Ketiga, perhatikan tanda-tanda medis yang memerlukan penanganan dokter.”
Orang tua sebaiknya rutin mencatat berat dan tinggi badan anak di buku KMS (Kartu Menuju Sehat) atau berkonsultasi ke dokter anak untuk memastikan pertumbuhannya masih dalam batas normal. Kalau berat dan tinggi badannya masih mengikuti percentile yang normal, kemungkinan besar tidak ada masalah serius.
Anak susah makan memang bikin orang tua khawatir, tapi ingat bahwa ini adalah fase yang wajar dalam perkembangan mereka. Yang terpenting adalah tetap sabar, kreatif dalam menyajikan makanan, dan tidak memaksakan kehendak.
Variasikan menu makanan dengan warna dan bentuk yang menarik. Hindari paksaan saat makan karena malah bisa membuat anak trauma. Kalau ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan seperti penurunan berat badan drastis atau gejala medis lainnya, jangan ragu untuk konsultasi ke dokter anak.
Ingat, setiap anak unik dan punya kebutuhan yang berbeda. Yang terpenting adalah mereka tetap sehat, aktif, dan bahagia!
Referensi:
- Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2023). Manajemen kesulitan makan pada anak. Jakarta: IDAI.
- Kementerian Kesehatan RI. (2022). Laporan Riskesdas 2022: Prevalensi anemia pada balita. Jakarta: Kemenkes RI.
- Taylor, C. M., & Emmett, P. M. (2023). Picky eating in children: Causes and consequences. Appetite, 180, 106340.
- Dovey, T. M., et al. (2023). Trauma-related feeding disorders in toddlers: A longitudinal study. Journal of Pediatric Psychology, 48(3), 210-222.