Setiap orang tua pasti pernah merasakan deg-degan saat mendapati si kecil tiba-tiba BAB-nya mencret. Rasanya pengen langsung bawa ke dokter, tapi kadang kita juga bingung apakah perlu segera atau bisa ditangani dulu di rumah.
Sebagai orang tua, wajar banget kalau kita khawatir berlebihan. Tapi sebenarnya diare pada anak itu kondisi yang cukup umum terjadi. Yang penting adalah kita tahu kapan harus waspada dan bagaimana cara menanganinya dengan tepat.
Penyebab Umum Diare Anak
Diare pada anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Virus rotavirus masih jadi penyebab utama diare pada balita di Indonesia. Selain itu, ada juga beberapa faktor lain yang sering jadi pemicu:
1. Infeksi Virus dan Bakteri
Virus seperti rotavirus, norovirus, dan adenovirus sering banget menyerang sistem pencernaan anak. Bakteri seperti E. coli, Salmonella, dan Shigella juga bisa jadi biang keladinya. Anak-anak lebih rentan karena sistem imun mereka belum sekuat orang dewasa.
Kontaminasi makanan atau minuman yang tidak higienis jadi jalur utama penularan. Makanan yang dibiarkan terlalu lama di suhu ruang, air yang tidak bersih, atau peralatan makan yang kurang steril bisa jadi sumber masalah.
2. Intoleransi Makanan

Ada kalanya anak mengalami diare karena tidak cocok dengan makanan tertentu. Intoleransi laktosa cukup sering terjadi, terutama pada anak yang baru mulai minum susu sapi. Gejala biasanya muncul 30 menit sampai 2 jam setelah mengonsumsi produk susu.
Selain itu, makanan pedas, berlemak tinggi, atau yang mengandung pemanis buatan juga bisa memicu diare pada anak yang sensitif. Kadang orang tua tidak menyadari kalau camilan yang dikasih ke anak ternyata mengandung sorbitol atau pemanis lain yang bisa bikin perut kembung.
3. Efek Samping Obat
Antibiotik adalah salah satu obat yang paling sering menyebabkan diare. Obat ini membunuh bakteri jahat sekaligus bakteri baik di usus, jadi keseimbangan flora usus terganggu. Kalau anak sedang minum antibiotik dan mulai diare, ini bisa jadi efek sampingnya.
Bahaya Dehidrasi
Dehidrasi adalah komplikasi paling serius dari diare, terutama pada anak kecil. Tubuh anak kehilangan cairan dan elektrolit lebih cepat dibanding orang dewasa. Dalam hitungan jam, kondisi anak bisa memburuk kalau tidak segera ditangani.
Tanda-tanda dehidrasi yang perlu diwaspadai antara lain: mulut kering, mata cekung, kulit yang kalau dicubit lama kembalinya, dan anak jadi rewel atau malah lemas banget. Kalau sudah begini, jangan tunda lagi untuk ke dokter.
Dehidrasi ringan masih bisa ditangani di rumah dengan memberikan cairan yang cukup. Tapi kalau sudah masuk kategori sedang sampai berat, anak perlu mendapat penanganan medis segera. Di beberapa kasus, infus mungkin diperlukan untuk mengganti cairan yang hilang dengan cepat.
Penanganan di Rumah dengan Cairan Oralit
Oralit jadi pertolongan pertama yang wajib ada di rumah saat anak diare. Cairan ini mengandung garam dan gula dalam komposisi yang tepat untuk menggantikan elektrolit yang hilang. WHO dan UNICEF merekomendasikan oralit sebagai terapi lini pertama untuk diare akut.
1. Cara Membuat Oralit di Rumah

Kalau tidak ada oralit sachet, kita bisa buat sendiri dengan mencampurkan 1 sendok teh garam dan 2 sendok makan gula ke dalam 1 liter air matang. Aduk rata dan berikan pada anak sedikit demi sedikit. Tapi lebih baik tetap pakai oralit yang sudah jadi karena komposisinya lebih terjamin.
Berikan oralit setiap kali anak BAB atau muntah. Untuk anak di bawah 2 tahun, berikan 50-100 ml setiap kali diare. Anak di atas 2 tahun bisa diberikan 100-200 ml. Jangan dipaksa minum banyak sekaligus karena bisa bikin mual.
2. Tips Memberikan Oralit
Anak mungkin menolak minum oralit karena rasanya yang agak asin. Coba berikan dengan sendok kecil atau pipet, sedikit-sedikit tapi sering. Kalau anak sudah bisa minum dari gelas, biarkan dia minum sendiri dalam porsi kecil.
Oralit buatan sendiri sebaiknya dihabiskan dalam 24 jam, atau 48 jam jika disimpan di kulkas. Jangan lupa aduk dulu sebelum diberikan karena garam dan gula bisa mengendap.
Obat Medis yang Aman untuk Anak
Tidak semua obat diare untuk orang dewasa boleh diberikan pada anak. Beberapa obat antidiare malah bisa berbahaya karena bisa memperlambat pengeluaran bakteri atau virus dari tubuh.
1. Zinc Supplement

Jangan lupa berikan zinc! Penelitian dan WHO sendiri menyarankan pemberian zinc untuk anak diare: 20 mg per hari jika usianya di atas 6 bulan, atau 10 mg untuk bayi lebih kecil. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut.
Penelitian menunjukkan bahwa zinc dapat mengurangi durasi diare hingga 25% dan menurunkan frekuensi BAB cair. Suplemen ini relatif aman dan jarang menimbulkan efek samping pada anak.
2. Probiotik
Probiotik mengandung bakteri baik yang membantu menyeimbangkan flora usus. Lactobacillus rhamnosus dan Saccharomyces boulardii adalah dua jenis probiotik yang paling banyak diteliti untuk diare anak. Beberapa dokter anak di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta sering merekomendasikan probiotik sebagai terapi tambahan.
Probiotik sebaiknya diberikan 2-3 jam setelah minum antibiotik kalau anak sedang dalam pengobatan. Bentuknya ada yang berupa bubuk yang bisa dicampur dengan makanan atau minuman, ada juga yang berbentuk tablet kunyah untuk anak yang lebih besar.
3. Obat yang Harus Dihindari
Loperamide dan obat antidiare lainnya tidak boleh diberikan pada anak di bawah 12 tahun tanpa anjuran dokter. Obat ini bisa memperlambat pergerakan usus dan malah memperparah infeksi.
Aspirin juga tidak boleh diberikan pada anak karena berisiko menyebabkan sindrom Reye yang berbahaya. Kalau anak demam, lebih baik pakai paracetamol atau ibuprofen sesuai dosis yang dianjurkan.
Kapan Harus ke Dokter
Meskipun diare sering kali bisa ditangani di rumah, ada beberapa kondisi yang mengharuskan kita segera ke dokter. Jangan tunda kalau melihat tanda-tanda berikut:
– Tanda Bahaya yang Tidak Boleh Diabaikan
Demam tinggi di atas 39°C, BAB berdarah, atau muntah terus-menerus hingga tidak bisa minum sama sekali adalah tanda-tanda serius. Anak yang terlihat sangat lemas, tidak mau makan atau minum sama sekali, atau tidur terus juga perlu segera dibawa ke dokter.
Kalau diare sudah berlangsung lebih dari 3 hari tanpa ada perbaikan, atau malah makin parah, sebaiknya periksakan ke dokter. Anak di bawah 6 bulan yang mengalami diare juga sebaiknya langsung dibawa ke dokter karena mereka lebih rentan mengalami dehidrasi berat.
– Kondisi Khusus yang Perlu Perhatian
Anak dengan riwayat penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, atau gangguan sistem imun memerlukan penanganan khusus. Diare pada anak-anak ini bisa lebih cepat memburuk dan memerlukan pengawasan medis yang ketat.
Kalau anak baru saja bepergian ke daerah yang berisiko tinggi infeksi, seperti daerah dengan sanitasi yang buruk, diare yang terjadi setelahnya mungkin disebabkan oleh bakteri atau parasit yang memerlukan pengobatan khusus.
Saran Medis
Pencegahan tetap lebih baik daripada mengobati. Pastikan anak selalu mencuci tangan sebelum makan dan setelah dari toilet. Air minum harus bersih dan sebaiknya dimasak dulu. Makanan yang disimpan di lemari es sebaiknya tidak lebih dari 2 hari.
Kalau anak sedang diare, tetap berikan ASI atau susu formula seperti biasa. Jangan stop pemberian susu karena justru bisa bikin anak kekurangan nutrisi. Untuk anak yang sudah makan, berikan makanan yang mudah dicerna seperti bubur, pisang, atau roti tawar.
Hindari memberikan minuman yang terlalu manis seperti jus buah kemasan atau soft drink karena bisa memperparah diare. Air putih, oralit, dan kaldu ayam hangat adalah pilihan terbaik untuk menjaga hidrasi anak.
Jangan panik kalau anak diare. Pantau kondisinya dengan cermat dan tetap tenang. Kalau ragu, tidak ada salahnya konsultasi dengan dokter anak via telemedicine dulu sebelum memutuskan untuk ke rumah sakit.
Pantau tanda dehidrasi saat anak diare dan segera tangani. Jangan tunggu sampai kondisi memburuk – kesehatan si kecil adalah prioritas utama.
Referensi:
- World Health Organization. 2018. Guidelines on the Management of Diarrhoea and Pneumonia in Children. Geneva: World Health
- Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Bagaimana Menangani Diare pada Anak. Jakarta: IDAI.