Punya kucing kesayangan tapi baru saja melahirkan? Wajar kalau kamu jadi galau setengah mati. Soalnya, komentar dari tetangga atau keluarga pasti sudah berdatangan: “Berbahaya lho, nanti bayinya kena penyakit!” atau “Mending dibuang aja kucingnya, kasihan anaknya nanti.”
Tapi tunggu dulu. Sebelum kamu terburu-buru mencari rumah baru untuk si meong, ada baiknya kita bahas tuntas soal ini. Memang ada risiko tertentu, tapi bukan berarti mustahil untuk tetap hidup berdampingan dengan aman.
Risiko Toksoplasmosis dan Pencegahannya
Yang paling sering jadi momok adalah toksoplasmosis. Penyakit ini disebabkan parasit Toxoplasma gondii yang memang bisa menular dari kucing ke manusia. Kalau sampai kena bayi yang baru lahir, efeknya bisa serius banget.
Tapi jangan langsung panik. Penularan toksoplasmosis dari kucing bukan semudah yang dibayangkan. Parasit ini cuma bisa menular lewat kotoran kucing yang sudah “matang” minimal 1-5 hari. Jadi kalau kamu rajin bersihin kotak pasir setiap hari, risiko penularannya sudah turun drastis.
Yang lebih penting lagi, kucing rumahan yang cuma makan makanan kemasan hampir nggak mungkin terinfeksi toksoplasmosis. Biasanya kucing yang berburu tikus atau makan daging mentah yang berisiko tinggi. Makanya, sekarang saatnya si kucing pensiun dari hobi hunting-nya.
Dr. Andi Wijaya dari RS Siloam Kebon Jeruk pernah bilang, “Ibu menyusui yang sudah terinfeksi toksoplasmosis sebelum hamil justru relatif aman. Antibodi yang terbentuk bisa melindungi bayi.” Tapi tetap saja, pencegahan lebih baik daripada mengobati.
Kebersihan dan Zona Steril Bayi
Bayi yang baru lahir punya sistem imun yang masih lemah. Makanya, menciptakan lingkungan yang bersih jadi prioritas utama. Tapi bersih di sini bukan berarti steril 100% ya.
1. Atur Akses Kucing ke Kamar Bayi

Kamar bayi sebaiknya jadi zona bebas kucing, terutama di bulan-bulan pertama. Pasang pintu otomatis atau baby gate kalau perlu. Kucing memang suka nyari tempat yang hangat dan empuk – dan tempat tidur bayi termasuk favorit mereka.
Selain itu, bulu kucing yang beterbangan bisa bikin bayi alergi atau gangguan pernapasan. Meskipun nggak semua bayi sensitif, lebih baik berhati-hati dulu sampai tahu pasti reaksi si kecil.
2. Rutinitas Kebersihan Ekstra
Cuci tangan jadi ritual wajib setelah menyentuh kucing, terutama sebelum menyusui atau mengganti popok. Gunakan sabun antibakteri dan gosok minimal 20 detik. Kedengarannya sepele, tapi ini langkah paling efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Vacuum ruangan jadi lebih sering, minimal 2-3 kali seminggu. Bulu kucing dan debu bisa jadi sarang bakteri kalau dibiarkan menumpuk. Plus, hindari menyimpan mainan bayi di lantai yang bisa dijangkau kucing.
Manfaat Psikologis Kucing untuk Ibu
Setelah melahirkan, banyak ibu yang mengalami baby blues atau bahkan depresi postpartum. Nah, kehadiran kucing justru bisa jadi terapi alami yang efektif.
Mengelus bulu kucing terbukti bisa menurunkan hormon stres kortisol dan meningkatkan produksi oksitosin. Hormon ini sama dengan yang diproduksi saat menyusui, jadi bisa membantu proses bonding dengan bayi juga.

Suara dengkuran kucing juga punya efek menenangkan. Frekuensi 20-50 Hz dari dengkuran bisa menurunkan tekanan darah dan detak jantung. Lumayan kan, dapat terapi gratis di rumah.
Buat ibu yang sering begadang karena bayi rewel, kucing bisa jadi teman yang pas. Mereka aktif di malam hari, jadi nggak akan merasa sendiri saat harus bangun tengah malam untuk menyusui.
Langkah Aman Tinggal Bersama
1. Pemeriksaan Kesehatan Kucing Rutin
Bawa kucing ke dokter hewan minimal 3 bulan sekali untuk cek kesehatan lengkap. Pastikan vaksinasi tetap up-to-date dan lakukan tes toksoplasmosis kalau memungkinkan. Meski memerlukan biaya tidak sedikit, tapi lebih murah daripada harus repot nanganin masalah kesehatan nanti.
Jangan lupa treatment anti-kutu dan cacing secara teratur. Parasit eksternal dan internal pada kucing bisa jadi sumber penyakit yang menular ke manusia.
2. Modifikasi Lingkungan Rumah

Kotak pasir harus dipindah jauh dari area bayi. Idealnya di balkon atau kamar mandi yang terpisah. Gunakan pasir clay yang bisa menggumpal supaya lebih mudah dibersihkan dan baunya nggak menyebar.
Tempat makan dan minum kucing juga pisahkan dari area dapur atau ruang makan keluarga. Kucing kadang suka main air, jadi genangan air di sekitar mangkuknya bisa jadi sarang bakteri.
3. Protokol Interaksi
Saat bayi mulai agak besar dan penasaran sama kucing, awasi interaksinya dengan ketat. Ajarkan bayi untuk nggak menarik bulu atau ekor kucing. Sebaliknya, pastikan kucing sudah jinak dan nggak agresif.
Kalau kucing stres karena ada anggota keluarga baru, berikan waktu adaptasi. Kadang mereka butuh beberapa minggu untuk terbiasa dengan bau dan suara bayi.
Saran Medis
Konsultasikan keputusan ini dengan dokter anak sejak awal. Beberapa kondisi bayi seperti prematur atau ada gangguan imun mungkin memerlukan tindakan pencegahan yang lebih ketat.
Kalau bayi menunjukkan gejala alergi seperti ruam, bersin-bersin, atau sesak napas setelah kontak dengan kucing, segera bawa ke dokter. Tes alergi bisa membantu menentukan apakah kucing memang pemicunya atau ada faktor lain.
Untuk ibu yang sedang menyusui, perhatikan juga asupan nutrisi. Stress akibat kekhawatiran berlebihan bisa mempengaruhi produksi ASI. Jadi, cari keseimbangan antara waspada dan santai.
Intinya, memelihara kucing saat punya bayi bukan hal yang mustahil. Yang penting adalah konsistensi dalam menjaga kebersihan dan kesehatan semua anggota keluarga – termasuk si kucing. Kalau masih ragu atau ada kondisi khusus, jangan sungkan untuk konsultasikan dengan dokter anak dan dokter hewan. Mereka bisa memberikan saran yang lebih spesifik sesuai situasi keluarga kamu.